PROVIDENCEMARIANWOOD – Dalam diam yang sunyi, malam di sebuah desa terpencil selalu menyimpan kisah. Desa Kedungjati bukan sekadar rumah bagi penduduknya, tetapi juga bagi makhluk yang tak kasat mata, sering disebut sebagai Genderuwo. Entitas ini dikisahkan sebagai roh jahat yang berwujud besar dan menyeramkan, dengan kekuatan mistis yang mengerikan.

Cerita ini berawal dari rumah tua di pinggiran desa, yang ditinggalkan pemiliknya bertahun-tahun silam. Konon, rumah itu adalah sarang dari Genderuwo. Penduduk desa menghindari tempat itu saat malam tiba, namun keberanian atau mungkin kebodohan, membawa Raka, seorang remaja penasaran, untuk menantang takdirnya.

Pada suatu malam, Raka dan dua sahabatnya, Joko dan Ani, memasuki rumah tersebut. Mereka membawa obor dan tekad yang kuat. Angin malam menghembuskan suara yang merayap di tiap sudut, seolah-olah membisikkan ancaman tersembunyi. Raka, yang paling berani, memimpin langkah mereka menuju ke dalam.

Ketegangan meningkat saat pintu tua berderit terbuka. Mereka memasuki ruangan yang dipenuhi debu dan sarang laba-laba. Obor hanya mampu menembus kegelapan sebatas beberapa langkah, sebelum tertelan oleh kehampaan yang lebih luas.

Saat mereka mendekati ruangan tengah, suara bisikan mulai terdengar, membuat bulu kuduk Ani berdiri. Bisikan itu tidak jelas, tapi cukup untuk membuat Joko ingin kabur. Raka, dengan keberanian yang semakin luntur, meminta mereka untuk tetap tenang.

Tiba-tiba, obor padam, ditiup angin dingin yang tidak wajar. Kegelapan sempurna. Suara bisikan kini beralih menjadi gumaman yang rendah dan kasar, seperti percakapan yang tidak ingin didengar. Mereka merasakan kehadiran lain di ruangan itu, sebuah sosok yang menindih udara dengan tekanan yang tak terlihat.

Raka meraba-raba, mencari korek apinya, namun apa yang ia sentuh bukan benda mati, melainkan daging yang kasar dan hangat. Sebuah tawa rendah terdengar, menggema di dinding ruang kosong. Kini, ketiganya merasakan ketakutan yang sebenarnya, sebuah teror yang mengakar dari legenda kuno desa mereka sendiri.

Ketika obor menyala kembali, tidak ada apa-apa di sana. Tidak ada Genderuwo yang menakutkan, hanya mereka bertiga, dikelilingi oleh bayangan dan debu. Namun, di dinding, terlihat bekas tangan besar, seperti cap dari entitas yang tidak ingin keberadaannya terlupakan.

Mereka berlari keluar dari rumah itu, meninggalkan malam dan bisikan itu di belakang. Raka, Joko, dan Ani tidak pernah membicarakan apa yang terjadi malam itu, namun satu hal yang mereka tahu, legenda Genderuwo di Desa Kedungjati bukan sekadar cerita lama. Malam itu, mereka telah menyentuh bagian dari dunia yang tidak pernah ingin mereka kenali, sebuah dunia di mana bisikan dalam kegelapan mungkin saja nyata.