Sindrom dispepsia fungsional (SDF), juga dikenal sebagai dispepsia non-ulser atau dispepsia fungsional, merupakan gangguan pencernaan kronis yang ditandai oleh nyeri epigastrium, kenyang dini, atau rasa penuh setelah makan tanpa adanya kelainan organik yang jelas. Penyebab pasti SDF belum diketahui, namun diduga melibatkan faktor-faktor seperti motilitas lambung yang abnormal, sensitivitas visceral yang meningkat, dan faktor psikososial. Pengobatan SDF bersifat simptomatik dan individual, sering kali melibatkan kombinasi terapi farmakologis dan modifikasi gaya hidup. Artikel ini akan membahas pengobatan terkini yang tersedia untuk SDF berdasarkan bukti terbaru dan panduan klinis.

  1. Pemahaman Sindrom Dispepsia Fungsional
    A. Kriteria Diagnostik dan Gejala

    • Pembahasan tentang kriteria Roma IV untuk diagnosis SDF dan gejala yang sering dilaporkan pasien.
      B. Faktor-Faktor yang Berkontribusi
    • Analisis faktor yang mungkin berkontribusi pada SDF termasuk diet, stres, dan infeksi H. pylori.
  2. Manajemen Gaya Hidup dan Diet
    A. Modifikasi Diet

    • Saran untuk menghindari makanan yang memicu gejala, seperti makanan berlemak, pedas, dan kafein.
      B. Pengurangan Stres
    • Teknik-teknik pengurangan stres seperti meditasi, yoga, atau terapi perilaku kognitif untuk mengelola faktor psikososial.
  3. Terapi Farmakologis
    A. Antasida dan Inhibitor Pompa Proton (PPI)

    • Penggunaan antasida atau PPI untuk mengurangi asam lambung dan meredakan gejala.
      B. Prokinetik
    • Obat-obatan seperti domperidone atau metoclopramide untuk meningkatkan motilitas lambung.
      C. Antidepresan
    • Penggunaan antidepresan trisiklik atau SSRIs untuk pasien dengan komponen nyeri yang signifikan atau faktor psikososial.
  4. Terapi Berbasis Bukti Lainnya
    A. Suplemen dan Herbal

    • Penggunaan suplemen seperti peppermint oil dan herbal seperti Iberogast yang telah menunjukkan efikasi dalam beberapa studi.
      B. Terapi Pylori
    • Eradikasi H. pylori pada pasien yang terinfeksi dapat memberikan perbaikan gejala pada sebagian pasien.
  5. Pendekatan Terfokus pada Pasien
    A. Terapi Personalisasi

    • Penyesuaian pengobatan berdasarkan gejala spesifik, preferensi, dan respons pasien sebelumnya terhadap terapi.
      B. Pemantauan dan Evaluasi Respons
    • Pemantauan rutin dan penilaian ulang dari respons pasien terhadap pengobatan yang diberikan.
  6. Inovasi Terapeutik dan Penelitian
    A. Terapi Baru

    • Penelitian terhadap agen-agen baru seperti modulator reseptor serotonergik dan antagonis reseptor neurokinin.
      B. Mekanisme Aksi yang Sedang Dikaji
    • Investigasi terus-menerus pada patofisiologi SDF untuk mengidentifikasi target-target terapeutik potensial.

Kesimpulan:
Pengobatan SDF memerlukan pendekatan yang holistik dan seringkali multidimensional, dengan fokus pada manajemen gejala dan peningkatan kualitas hidup. Terapi harus disesuaikan untuk setiap individu, dengan pertimbangan terhadap gejala dominan, faktor pemicu, dan respons terhadap pengobatan sebelumnya. Terapi farmakologis, modifikasi gaya hidup, dan pendekatan berbasis bukti seperti suplemen herbal dapat memberikan manfaat bagi sebagian pasien. Terapi baru sedang dalam pengembangan dan penelitian terus dilakukan untuk memperbaiki pemahaman kita tentang SDF dan mengidentifikasi terapi yang lebih efektif dan terpersonalisasi.