Pemerintah Amerika Serikat kembali menegaskan posisinya terhadap program nuklir Iran. Melalui pernyataan resmi, Washington mengultimatum Teheran bahwa mereka tidak akan menandatangani kesepakatan apapun jika Iran tidak bersedia memberlakukan batasan ketat terhadap tingkat pengayaan uranium.
Gedung Putih menyampaikan bahwa Iran telah melanggar komitmen dalam perjanjian nuklir sebelumnya dengan memperkaya uranium hingga level yang mendekati kebutuhan senjata nuklir. Pemerintah AS menilai langkah itu sangat mengkhawatirkan dan berpotensi memicu perlombaan senjata di kawasan Timur Tengah. Oleh karena itu, mereka menuntut Iran segera menghentikan pengayaan di atas batas yang ditetapkan dalam Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menegaskan bahwa pihaknya tetap terbuka untuk dialog. Namun, ia juga menyampaikan bahwa AS tidak akan mengorbankan keamanan global demi tercapainya kesepakatan diplomatik. Blinken meminta Iran menunjukkan itikad baik dengan memberikan akses penuh kepada Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk melakukan inspeksi ke fasilitas nuklirnya.
Di sisi lain, pemerintah Iran tetap membela posisinya. Mereka mengklaim bahwa program nuklirnya bertujuan damai dan menuduh AS terus bersikap hipokrit. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan bahwa Teheran akan melanjutkan pengayaan selama sanksi ekonomi masih diberlakukan terhadap negaranya.
Ketegangan ini menempatkan proses diplomatik dalam situasi genting. Negara-negara Eropa seperti Jerman dan Prancis mencoba menengahi perundingan dengan mengusulkan kompromi teknis. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda terobosan berarti.
Ultimatum Amerika Serikat menegaskan bahwa isu pengayaan uranium menjadi titik krusial. Tanpa kepatuhan dari Iran, peluang terciptanya kesepakatan jangka panjang rtp medusa88 akan semakin kecil—dan risiko ketegangan regional akan semakin besar.